Apa Itu Jurnalistik ? Jurnalistik adalah.....

Pada awalnya, jurnalistik diartikan sebagai catatan harian khususnya pada jaman Julius Caesar. Akan tetapi, kemudian berkembang pesat di mana pada tah

pengertian jurnalistik

Pengertian Jurnalistik

Pada awalnya, jurnalistik diartikan sebagai catatan harian khususnya pada jaman Julius Caesar. Akan tetapi, kemudian berkembang pesat di mana pada tahun 1960-an muncul ‘Jurnalistik baru’ yakni bagaimana menyampaikan pesan atau berita menuruti gaya prosa. Pada tahun 1970-an muncul juga apa yang disebut sebagai ‘jurnalistik presisi’. Jurnalistik ini lebih kepada menyusun pesan atau berita yang diolah selayaknya laporan menggunakan metode riset ilmu sosial.

 

Setelah computer dan internet makin memasyarakat, kemudian muncul apa yang disebut sebagai ‘Cyber jurnalistik’. Jurnalistik yang menggunakan jaringan internet dalam penyusunan dan penyebarluasan berita atau pesan.

 

Lalu apa sebenarnya pengertian jurnalistik itu sendiri? Ada tiga pengertian jurnalistik, yakni sebagai berikut.

 

  • Jurnalistik adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan dan sarana yang digunakan dalam mencari, memproses, dan menyusun berita serta ulasan mengenai berita hingga mencapai publik atau kelompok tertentu yang menaruh perhatian khusus pada hal-hal tertentu.
  • Jurnalistik adalah pengetahuan tentang penulisan, penafsiran, proses, dan penyebaran informasi umum, serta hiburan umum secara sistematik yang dapat dipercaya untuk diterbitkan.
  • Jurnalistik adalah pekerjaan tetap untuk menyampaikan berita, tafsiran, dan pendapat yang bertolak dari berita.

 

Dari ketiga batasan di atas, terlihat bahwa jurnalistik mencakup kegiatan yang berkaitan dengan pencarian, pengolahan dan penyusunan berita, ulasan berita dan pendapat, serta sarana yang mendukung kegiatan berita atau ulasan berita/pendapat itu sampai ke masyarakat. Termasuk dalam hal ini pencarian/pengolahan serta penyusunan foto. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa jurnalistik meliputi hal berikut ini.

 

  • Mencari dan mengumpulkan apa yang akan disebarluaskan pada masyarakat pada umumnya.
  • Mengolah atau memilah serta menyeleksi hasil pencarian/ pengumpulan tersebut.
  • Menyusun hasil pengolahan dalam bentuk tertulis seperti berita (berita lempang, berita bertafsir, berita investigative, analisis berita dan sebagainya, juga non berita atau pendapat (artikel, feature, tajuk rencana, kolom, pojok, surat pembaca, karikatur), atau gambar/ foto.
  • Menyebarluaskan berita, tafsiran, pendapat, foto melalui surat kabar, majalah, radio, televisi atau media lain yang memungkinkan.

 

Produk Jurnalistik

Pada umumnya, produk jurnalistik yang dihasilkan wartawan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: berita, non berita, dan foto jurnalistik. Adapun yang masuk dalam kelompok berita adalah berita lempang (straight news), berita bertafsir, berita berkedalaman, dan lain sebagainya. Untuk kelompok non berita terdiri atas artikel, feature, tajuk rencana, pojok, karikatur, dan surat pembaca. Sementara, foto jurnalistik terbagi menjadi foto berita dan foto human interest. Di masa datang, besar kemungkinan internet dan ragam ‘image’ yang dihasilkannya bisa dimasukkan menjadi produk jurnalistik, khususnya produk “cyber journalistic”.

 

Perbedaan berita dan non berita terletak pada bagaimana cara mengungkapkan fakta. Pada berita, fakta diungkapkan sebagaimana adanya karena fakta itu suci dan murni. Kalau pun ada opini, maka perlu ada perbedaan yang jelas antara fakta dan opini dalam berita yang dibuat. Sedangkan, pada non berita fakta disampaikan setelah diolah oleh akal budi si penulis. Jadi, yang dimuat dalam produk non berita sebenarnya opini si penulis atas fakta.

 

Oscar I Motuloh dalam makalah berjudul “Foto Jurnalistik, Suatu Pendekatan Visual Dengan Suara Hati” mengatakan bahwa foto jurnalistik adalah suatu medium sajian untuk menyampaikan beragam bukti visual atas berbagai peristiwa pada masyarakat seluas-luasnya, bahkan hingga kerak di balik peristiwa tersebut, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

 

Berbeda dengan wartawan tulis, seorang wartawan foto harus terjun langsung dalam peristiwa yang terjadi. Henri Cartier-Bresson pendiri agen foto terkemuka ‘Magnum’, menyatakan dalam bukunya ‘Decisive Moment’ bahwa foto jurnalistik berkisah dengan sebuah gambar. Kemudian, melaporkannya dengan sebuah kamera, merekamnya dalam waktu, yang seluruhnya berlangsung seketika saat suatu citra tersebut mengungkap suatu cerita.

 

Sedangkan, menurut ‘Bapak Foto jurnalistik’ asal Amerika Serikat, Prof Clifton Edom dalam bukunya ‘Photojournalism, Principles and Practice’ seorang foto jurnalis pertama-tama adalah seorang wartawan. Mereka harus selalu memotret langsung di jantung peristiwa yang tengah panas-panasnya. Mereka tidak bisa menciptakan suatu foto dengan hanya mengangkat telepon. Mereka adalah mata dunia, dia harus bisa melihat dari dekat apa yang terjadi dan kemudian melaporkannya. Sebelum membahas secara komprehensif berita dan non berita serta mengenai seluk-beluk foto jurnalistik, kita membahas lebih dulu aliran-aliran besar serta sistem pers di dunia. Aliran ini penting untuk memahami mengapa pola pemberitaan di suatu negara berbeda dengan negara lainnya.

 

Memahami Media Cetak

Siapa tak kenal maka dia tak sayang. Idiom ini sepertinya cocok diterapkan pada media massa khususnya media cetak. Sebagai seorang calon manajer media, pemahaman mengenai media cetak yang akan menjadi objek garapan sangatlah penting. Dengan memahaminya, semakin mudah menerapkan tindakan atau aksi manajerial yang penting untuk kelangsungan usaha.

 

Jurnalistik berasal dari kata Journal atau du Jour dan juga acta Diurna yang berarti ‘catatan harian’. Pada awalnya jurnalistik berarti catatan atau laporan harian yang disajikan untuk khalayak atau massa. Dalam perkembangannya, kegiatan jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, menyiapkan, menuliskan, dan menyebarkan informasi melalui media massa.

 

Media massa di dunia biasanya dibedakan menjadi dua, yakni: media cetak dan media elektronik. Media cetak terdiri dari surat kabar, tabloid, dan majalah. Kedua, media elektronik terdiri dari radio siaran dan televisi siaran. Selain pembagian di atas, banyak ahli juga memasukkan film dan buku sebagai bentuk dari komunikasi massa. Bahkan di negara-negara maju, buku dan kaset musik rekaman dimasukkan pula sebagai media komunikasi massa. Kondisi ini karena di negara tersebut tiras penerbitan buku bisa mencapai ratusan hingga jutaan eksemplar setiap kali terbit, begitu juga kaset rekaman musik. Film, buku, dan kaset rekaman musik disebut sebagai media komunikasi massa karena sama-sama memiliki unsur-unsur komunikasi. Bahkan, dari kedua media itu kerap memunculkan dampak baik dampak negatif maupun dampak positif. Dalam mata kuliah ini, yang akan dibahas secara mendalam adalah media massa cetak. Di Indonesia, sejak era reformasi menjadi keniscayaan terdapat sedikitnya 1.500 media cetak pada Juli 1999, baik itu media surat kabar dan majalah. Jumlah itu semakin banyak ketika kunci kebebasan pers di buka. Sekitar 70 persen dari jumlah keseluruhan dicetak di Jakarta sisanya tersebar di seluruh nusantara. Sejak pertengahan tahun 1980-an, kualitas media cetak Indonesia makin baik. Hal ini terlihat dari sudut tiras, sisi perwajahan atau tata layout maupun kualitas isinya. Ditambah lagi ‘kualitas’ SDM yang ada di balik sebuah media cetak.

 

Saat ini banyak media cetak terkenal dan besar di Indonesia memberi syarat minimal lulus sarjana (S1), punya kemampuan dasar komputer (mampu menulis berita menggunakan komputer), punya pemahaman memadai dalam berbahasa Indonesia dan Inggris, serta terakhir lulus Psikotest. Selain itu, media cetak menjanjikan penghasilan yang lumayan bagi si calon wartawan sesuai dengan kemampuannya. Begitu pula dengan tenaga desain grafis serta teknis komputer. Para tenaga tersebut saat ini dibutuhkan media cetak agar tidak tertinggal dalam persaingan yang makin ketat.

 

Dalam pemilihan tenaga wartawan, terjadi juga kecenderungan spesialisasi atau penonjolan terhadap kemampuan khusus sesuai media yang memperkerjakan dirinya. Sejumlah media cetak khusus seperti otomotif, komputer, selular, hukum, serta budaya yang meminta syarat-syarat keahlian khusus bagi calon wartawannya.

 

Spesifikasi ini juga tak urung merambah ke dunia hiburan dan yang terkait dengan kebutuhan wanita. Ini ditandai dengan munculnya sejumlah majalah internasional berbahasa lokal seperti Kosmopolitan, Health yang meniru habis-habis majalah serupa di luar negeri. Tapi, di luar itu masih banyak juga yang bertahan sebagai media cetak umum yang memuat berbagai bidang kehidupan. Bahkan, kini sejumlah media cetak terbitan Jakarta atau daerah yang menerbitkan suplemen (sisipan) yang membahas garapan media spesialis; mulai dari olah raga hingga ke komunikasi bisnis.